SEBUAH cita-cita besar disuguhkan Iwan Nurdaya-Djafar di halaman ini
dalam esai berjudul Menggagas Kamus Besar Bahasa Lampung (Lampung Post,
31 Desember 2010). Secara komprehensif Iwan membedah satu per satu kamus
bahasa Lampung yang (pernah) ada.
Saya hanya ingin menyebut ulang dan sedikit menambahkan beberapa kamus Lampung yang sudah terbit. Berdasarkan penelusuran pustaka, kamus bahasa Lampung yang pertama disusun M. Noeh, Haris Fadilah gl P. Balik Jamon. 1979. Kamus Umum Bahasa Lampung-Indonesia. (Bandar Lampung: Universitas Lampung). Lalu berturut-turut
1. Hilman Hadikusuma. 1994. Kamus Bahasa Lampung. Bandung: Mandar Maju.
2. Fauzi Fattah dkk. 1998. Kamus Bahasa Lampung: Indonesia-Lampung. Bandar Lampung: Gunung Pesagi.
3. Fauzi Fattah dkk. 1998. Kamus Bahasa Lampung: Lampung-Indonesia. Bandar Lampung: Gunung Pesagi, 1998.
4. Farida Ariyani dkk. 1999. Kamus Bahasa Indonesia-Lampung Dialek A. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
5. Junaiyah H.M. 2001. Kamus bahasa Lampung-Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
6. Admi Syarief. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Lampung-Indonesia dan Indonesia-Lampung. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
7. Iskandar Muharom. tanpa tahun. Belajar Mudah Kamus Bahasa Lampung. Tanpa kota: Buana Cipta.
Saya sepakat dengan Iwan Nurdaya yang mengatakan betapa penting keberadaan kamus bagi sebuah bahasa, tidak terkecuali bahasa Lampung. Karena itu, bagaimanapun ulun Lampung memang harus berterima kasih kepada para penulis kamus tersebut.
Saya tidak hendak membahas satu per satu kelebihan dan kekurangan kamus-kamus bahasa Lampung tersebut, saya hanya ingin mengemukakan beberapa masalah terkait kamus dan praktek penulisan aksara di dalam masyarakat Lampung.
Saya ingin mengutip sebuah sajak berjudul Pagi Ga karya Udo Z. Karzi:
pagi ga, kundang
aga minjak jak kedugokmu
bingi juga maseh mesurok ditinggal bulan
pedom, pedom do luwot, kundang
lagi wat masani buhanipi
tentang pattun nyanyianni surga
Cara penulisan puisi (teks) berbahasa Lampung model ini—mengutip Asarpin—telah membuat "kegaduhan" di kalangan penutur bahasa Lampung. Lampung, begitu kata sebagian pihak, tidak mengenal huruf r. Tapi, huruf gh atau kh. Maka, untuk menuliskan sajak di atas, huruf r harus diganti kh atau gh.
Benarkah demikian? William Marsden dalam buku Sejarah Sumatra terbitan Komunitas Bambu, 2008 hlm. 190, menyebutkan susunan alfabet Lampung, yaitu ka ga nga pa ba ma ta da na cha ja nya ya a la ra sa wa ha (19 huruf). Pendapat Marsden ini dikutip pula oleh James T. Collins dalam buku karyanya Bahasa Sankskerta dan Bahasa Melayu (2009) hlm. 68.
Lalu, Moehamad Noeh dalam buku Pelajaran Membaca dan Menulis Huruf Lampung (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung, 1971) hlm. 4 menyebutkan banyak huruf kuno Lampung—disebut huruf Basaja karena kalau huruf itu berdiri sendiri dia mengandung bunyi a—ada 19 buah. Banyak huruf tulisan sekarang ada 19 buah ditambah dengan huruf gha jadi 20 buah. Urutan huruf Lampung adalah ka ga nga pa ba ma ta da na ca ja nya ya a la ra sa wa ha gha.
Alfabet Lampung mencantumkan ra (r) sebagai huruf ke-16. Jadi, agak mengherankan juga kalau dikatakan bahasa Lampung tidak mengenal huruf r. Penggantian huruf r dalam aksara Lampung menjadi gh atau kh (tambahan huruf ke-20 dalam abjad Lampung) juga membuat saya jadi bertanya-tanya.
Kita lihat alfabet huruf Latin Indonesia adalah a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z. Ada juga gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy serta diftong ai, au, dan oi.
Kita bisa membandingkan transliterasi (penyalinan dengan penggantian huruf) dari aksara Arab yang berjumlah 28 buah ke huruf Latin secara alfabetik dari alif sampai ya—sesuai kesepakatan para linguis—adalah (a), (b), (t), (ts), (j), (h), (kh), (d), (dz), (r), (z), (s), (sy), (sh), (dh), (th), (zh), ('), (gh), (f), (q), (k), (l), (m), (n), (w), (h), ('), dan (y).
Membingungkan. Yang jelas, hingga saat ini ada terdapat tiga cara menuliskan huruf /r/ trill, yaitu r, kh, atau gh. Masalahnya, samakah bunyi huruf gh dalam aksara Lampung dengan huruf gh dalam huruf Arab? Samakah bunyi huruf kh dengan konsonan kh dalam bahasa Indonesia, huruf kh dalam huruf Arab, dan huruf kh dalam bahasa Lampung?
Satu hal lagi, terkait dengan varian bahasa Lampung. Kata "Lampung" saja bisa ditulis dengan "Lappung", "Leppung", dan "Lampung". Terjemahan orang dalam bahasa Lampung bisa ditulis dengan variasi "jamma", "jemmo", dan "jelma".
Persoalan ini perlu pengkajian lebih dalam sebelum menyusun kamus besar bahasa Lampung (KBBL).
Saya hanya ingin menyebut ulang dan sedikit menambahkan beberapa kamus Lampung yang sudah terbit. Berdasarkan penelusuran pustaka, kamus bahasa Lampung yang pertama disusun M. Noeh, Haris Fadilah gl P. Balik Jamon. 1979. Kamus Umum Bahasa Lampung-Indonesia. (Bandar Lampung: Universitas Lampung). Lalu berturut-turut
1. Hilman Hadikusuma. 1994. Kamus Bahasa Lampung. Bandung: Mandar Maju.
2. Fauzi Fattah dkk. 1998. Kamus Bahasa Lampung: Indonesia-Lampung. Bandar Lampung: Gunung Pesagi.
3. Fauzi Fattah dkk. 1998. Kamus Bahasa Lampung: Lampung-Indonesia. Bandar Lampung: Gunung Pesagi, 1998.
4. Farida Ariyani dkk. 1999. Kamus Bahasa Indonesia-Lampung Dialek A. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
5. Junaiyah H.M. 2001. Kamus bahasa Lampung-Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa dan Balai Pustaka.
6. Admi Syarief. 2008. Kamus Lengkap Bahasa Lampung-Indonesia dan Indonesia-Lampung. Bandar Lampung: Lembaga Penelitian Universitas Lampung.
7. Iskandar Muharom. tanpa tahun. Belajar Mudah Kamus Bahasa Lampung. Tanpa kota: Buana Cipta.
Saya sepakat dengan Iwan Nurdaya yang mengatakan betapa penting keberadaan kamus bagi sebuah bahasa, tidak terkecuali bahasa Lampung. Karena itu, bagaimanapun ulun Lampung memang harus berterima kasih kepada para penulis kamus tersebut.
Saya tidak hendak membahas satu per satu kelebihan dan kekurangan kamus-kamus bahasa Lampung tersebut, saya hanya ingin mengemukakan beberapa masalah terkait kamus dan praktek penulisan aksara di dalam masyarakat Lampung.
Saya ingin mengutip sebuah sajak berjudul Pagi Ga karya Udo Z. Karzi:
pagi ga, kundang
aga minjak jak kedugokmu
bingi juga maseh mesurok ditinggal bulan
pedom, pedom do luwot, kundang
lagi wat masani buhanipi
tentang pattun nyanyianni surga
Cara penulisan puisi (teks) berbahasa Lampung model ini—mengutip Asarpin—telah membuat "kegaduhan" di kalangan penutur bahasa Lampung. Lampung, begitu kata sebagian pihak, tidak mengenal huruf r. Tapi, huruf gh atau kh. Maka, untuk menuliskan sajak di atas, huruf r harus diganti kh atau gh.
Benarkah demikian? William Marsden dalam buku Sejarah Sumatra terbitan Komunitas Bambu, 2008 hlm. 190, menyebutkan susunan alfabet Lampung, yaitu ka ga nga pa ba ma ta da na cha ja nya ya a la ra sa wa ha (19 huruf). Pendapat Marsden ini dikutip pula oleh James T. Collins dalam buku karyanya Bahasa Sankskerta dan Bahasa Melayu (2009) hlm. 68.
Lalu, Moehamad Noeh dalam buku Pelajaran Membaca dan Menulis Huruf Lampung (Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung, 1971) hlm. 4 menyebutkan banyak huruf kuno Lampung—disebut huruf Basaja karena kalau huruf itu berdiri sendiri dia mengandung bunyi a—ada 19 buah. Banyak huruf tulisan sekarang ada 19 buah ditambah dengan huruf gha jadi 20 buah. Urutan huruf Lampung adalah ka ga nga pa ba ma ta da na ca ja nya ya a la ra sa wa ha gha.
Alfabet Lampung mencantumkan ra (r) sebagai huruf ke-16. Jadi, agak mengherankan juga kalau dikatakan bahasa Lampung tidak mengenal huruf r. Penggantian huruf r dalam aksara Lampung menjadi gh atau kh (tambahan huruf ke-20 dalam abjad Lampung) juga membuat saya jadi bertanya-tanya.
Kita lihat alfabet huruf Latin Indonesia adalah a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u v w x y z. Ada juga gabungan konsonan kh, ng, ny, dan sy serta diftong ai, au, dan oi.
Kita bisa membandingkan transliterasi (penyalinan dengan penggantian huruf) dari aksara Arab yang berjumlah 28 buah ke huruf Latin secara alfabetik dari alif sampai ya—sesuai kesepakatan para linguis—adalah (a), (b), (t), (ts), (j), (h), (kh), (d), (dz), (r), (z), (s), (sy), (sh), (dh), (th), (zh), ('), (gh), (f), (q), (k), (l), (m), (n), (w), (h), ('), dan (y).
Membingungkan. Yang jelas, hingga saat ini ada terdapat tiga cara menuliskan huruf /r/ trill, yaitu r, kh, atau gh. Masalahnya, samakah bunyi huruf gh dalam aksara Lampung dengan huruf gh dalam huruf Arab? Samakah bunyi huruf kh dengan konsonan kh dalam bahasa Indonesia, huruf kh dalam huruf Arab, dan huruf kh dalam bahasa Lampung?
Satu hal lagi, terkait dengan varian bahasa Lampung. Kata "Lampung" saja bisa ditulis dengan "Lappung", "Leppung", dan "Lampung". Terjemahan orang dalam bahasa Lampung bisa ditulis dengan variasi "jamma", "jemmo", dan "jelma".
Persoalan ini perlu pengkajian lebih dalam sebelum menyusun kamus besar bahasa Lampung (KBBL).